Thursday, September 24, 2015

Jejak mesra hubungan Indonesia - Israel

Jejak mesra hubungan Jakarta-Tel Aviv


Hubungan Tel AvivJakarta sebenarnya sudah dibangun sejak awal kemerdekaan. Dimulai ketika Presiden Pertama RI Soekarno berkuasa. Israel mulai mencoba melakukan hubungan dengan Indonesia. Puncaknya ketika Perdana Menteri Israel Chaim Weizmann, mengirim telegram rahasia kepada Presiden Soekarno dan Wakilnya, Mohammad Hatta yang berisi ucapan selamat atas kemerdekaan Indonesia.


Pada Januari 1950, Israel kembali mengirim telegram rahasia berisi pengakuan atas kedaulatan negara Indonesia. Wakil Presiden Mohammad Hatta menanggapi telegram tersebut dengan mengucapkan terima kasih tanpa surat balasan. Israel kembali mencoba melakukan pendekatan terhadap Indonesia untuk menjalin hubungan. Namun sayang, pada 1952 kebijakan Indonesia lebih anti-Israel. Sebab waktu itu Indonesia menentang penjajahan Israel atas Palestina.



Keadaan tersebut semakin memburuk. Pada akhir 1953, Pemerintah Indonesia melarang pemberian visa bagi warganya untuk bepergian ke Israel. "Soekarno juga berhasil mencegah Israel dalam partisipasi konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diadakan di Bandung," demikian catatan yang dari mantan petinggi diplomat Israel untuk kawasan Asia Tenggara kepada merdeka.com, pekan lalu.



Setelah Soekarno tumbang, kendali pemerintahan di bawah Presiden Soeharto melakukan pendekatan politik sedikit moderat. Perang enam hari yang dimenangkan Israel berhadapan dengan Mesir, Suriah dan Lebanon menjadi alasan Soeharto untuk melakukan penjajakan dengan Israel. Sikap Soeharto melunak dalam menangani konflik Israel dengan Palestina.



Agar tidak terlalu terlihat dukungan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Palestina, pada 1972 Menteri Luar Negeri Adam Malik melawat ke beberapa negara Timur Tengah. Misinya adalah meyakinkan para pemimpin Arab tentang sikap Indonesia tidak keberatan jika Lembaga Pembebasan Palestina (PLO) membuka kantor perwakilan di Ibu Kota Jakarta.



Soeharto dengan tegas memberi dukungan kepada pemimpin Arab untuk menghadang agresi Israel. Namun secara pasif, Indonesia juga mendukung kepada Israel. Tahun 1979, menjadi awal kerja sama Indonesia dengan Israel menjadi nyata. Indonesia membeli 28 pesawat tempur Skyhawk dan sebelas helikopter dari Angkatan Udara Israel. Bahkan Indonesia mencabut larangan pemberian visa bepergian ke Israel.



Pada 1993, Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres dan Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas bertemu secara informal di Konferensi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria. Israel melalui Shimon Peres menyatakan keinginan negaranya untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia. 



Ali Alatas memberikan opsi, dia berharap kerja sama itu terjalin dengan membicarakan soal perdamaian dengan Palestina. "Pertahanan dan keamanan selalu menjadi bagian kerja sama antara Indonesia dan Israel, diawali pada zaman Jenderal Benny Moerdani. Kami menyediakan pesawat A-4 Skyhawk di tahun 1980-an dan juga senjata senjata lainnya," tutur sumber itu.



Pada 16 Oktober 1993, Soeharto melakukan pertemuan diam-diam dengan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin di kediamannya, Cendana Jakarta Pusat. Pertemuan itu telah diatur 10 hari sebelumnya. PM Rabin datang ke Indonesia usai lawatan dari China, kemudian singgah di Singapura untuk memenuhi ibadah Sabat. Kedatangan Rabin buat menemui Soeharto memang mendapat desakan dari Israel, setelah Amerika mencoba menghentikan pasokan senjata buat Indonesia.



Gagalnya amandemen Senator Feingold di DPR Amerika Serikat tentang penghentian penjualan senjata AS ke Indonesia adalah akibat lobi Yahudi. Menurut sumber-sumber diplomatik kala itu, Israel malah mengancam, jika Amerika menghentikan bantuan senjatanya, maka Israel juga akan mengambil alih posisi untuk memasok Indonesia. 



Hingga akhirnya PM Rabin kembali bertemu Soeharto dalam acara 50 tahun Perserikatan Bangsa-Bangsa. Keduanya sepakat membina hubungan diplomatik lebih jauh, dimulai dari perdagangan.



Hubungan dengan Israel memang tak pernah putus. Era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, hubungan kedua negara itu menjadi nyata. Gus Dur terang-terangan menyatakan membuka hubungan dengan Israel. Bahkan saat Gus Dur berkuasa, surat larangan dagang dengan Israel dicabut melalui Surat Keputusan yang tertuang dalam surat bernomor 26/MPP/Kep/11/2000 tertanggal 1 Februari 2000.



Setelah Gus Dur lengser, hubungan dengan Israel memang seolah menjadi tertutup. Namun pada era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Menteri Luar Negeri Hassan Wirayuda pernah melakukan pertemuan diam-diam di Israel. Pertemuan itu membahas partisipasi pasukan Indonesia untuk kontingen PBB di Lebanon selatan dalam rangka membuat kantor perwakilan di Ramalah. Namun kerja sama itu urung tercapai hingga kini. 



Namun demikian hubungan dagang dengan Israel masih tetap berjalan meskipun secara diam-diam. "Mungkin yang seharusnya dilakukan adalah 'solusi Taiwan', seperti apa yang dilakukan dengan Taiwan (karena penolakan etnis Tionghoa), Indonesia dan Taiwan tidak memiliki hubungan diplomatis tapi ada misi dagang Taiwan di Jakarta," ujarnya.

Sumber : merdeka.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...