Friday, September 25, 2015

Perang Suriah Berisiko Berubah Menjadi Perang Rusia vs Israel

Perang Suriah mendadak berisiko berubah jadi Rusia vs Israel
PM Israel Benjamin Netanyahu mendadak temui Presiden Vladimir Putin. ©2015 Merdeka.com/Reuters

Rusia dan Israel adalah dua negara yang selama ini tidak dikabarkan terlibat konflik di Suriah. Rusia memang sekutu dekat Presiden Basyar al-Assad, namun baru bulan lalu Negeri Beruang Merah aktif mengirimkan alutsista dan tambahan personil militer ke Ibu Kota Damaskus.

Federasi Rusia setidaknya telah mengirim empat jet tempur Sukhoi, 15 helikopter tempur, 12 meriam anti-pesawat, sembilan tank, serta lebih dari 500 tentara ke beberapa pos di Suriah. Ini belum termasuk senjata kimia yang disebut-sebut ikut dibawa untuk dihibahkan pada tentara pro-Assad.
Lantas, apa hubungannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang awal pekan ini menemui Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow?
Stasiun televisi Aljazeera melaporkan, Netanyahu rupanya khawatir melihat kehadiran Rusia semakin nyata di Suriah. Pesawat, rudal anti-tank, serta rudal anti-pesawat milik Rusia dikhawatirkan bisa salah sasaran mengenai militer Zionis.
Israel relatif bisa sewaktu-waktu menggelar operasi militer ke selatan Libanon, markas Hizbullah, yang berbatasan dengan Suriah. Jika tak koordinasi, bisa-bisa armada Zionis diserang oleh pasukan Rusia.
"Pertemuan ini untuk mengurangi potensi kesalahpahaman antara tentara Israel dan tentara Rusia," kata Netanyahu dalam jumpa pers setelah pertemuan dengan Putin.
Kekhawatiran Israel lainnya adalah risiko persenjataan Rusia diselundupkan tentara Suriah pro-Assad kepada militan Hizbullah. Assad selama ini dikenal menyokong kelompok militer Syiah anti-Israel itu.
Pemimpin Israel itu sekaligus mengatakan kesepakatan telah tercipta dengan Putin. Kedua negara akan merancang sistem identifikasi sehingga konflik yang tidak perlu bisa terhindarkan.
Dalam kesempatan yang sama, Putin menegaskan kehadiran pasukan Rusia di Suriah sekadar melindungi pangkalan udara mereka yang terletak di dekat Damaskus. Rusia juga memiliki pangkalan armada laut di teluk Suriah. Tidak ada upaya dari negaranya ikut campur dalam perang saudara Suriah. "Kehadiran militer kami tetap bertanggung jawab dan sesuai hukum internasional," imbuh Putin.
Lepas dari perubahan peta kekuatan di Suriah yang serba mendadak ini, Amerika Serikat sekarang memilih menjadi satu aliansi dengan Rusia. Negeri Paman Sam merasa kehadiran Rusia dapat mendukung aktivitas mereka menghajar basis militan Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) di utara Suriah.
"Berdasarkan pengamatan militer kami, posisi tentara Rusia di Suriah sejauh ini adalah mengamankan aset-asetnya," kata Menteri Luar Negeri AS, John Kerry.
Kendati belum diketahui berkaitan atau tidak, tentara Suriah kini semakin rajin menggelar operasi udara melawan pemberontak maupun ISIS di wilayahnya setelah Rusia mengirim pasukan.
Kemarin (23/9), jet tempur Suriah menggempur Kota Palmyra yang sudah dikuasai ISIS sejak Mei lalu. Imbasnya, 100 orang tewas, baik militan maupun warga sipil.
Konflik di Suriah sudah berjalan empat tahun tanpa putus. Awalnya cuma antara kelompok pro dan penentan Presiden Assad. Perang saudara ini setidaknya merenggut nyawa 240 ribu jiwa. Jutaan orang terpaksa mengungsi ke negara lain, termasuk ke Eropa. Konflik semakin runyam karena ISIS memasuki wilayah utara Suriah, membuat peta konflik tidak menentu.

Sumber : merdeka.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...