Tuesday, September 29, 2015

Orang Aceh Tak Tahu Terima Kasih


Orang Aceh ternyata tak mengenal terimakasih.

Mengenal kebudayaan Aceh dengan baik adalah salah satu modal menuju perdamaian berkesinambungan. Bahwa orang Aceh tak mengenal terimakasih itu bukan sembarang orang yang mengatakan. Dia adalah Dr. Bukhari Daud, M.Ed., dosen pada Universitas Syiah Kuala dan orang Aceh asli pula.


Bukhari menyampaikan hal yang mengejutkan itu pada seminar di Domus Academica Auditorium, Universitas Oslo, Norwegia, 18 November 2005 lalu, seperti dilaporkan wartawan detik.com, Eddi Santosa, langsung dari Oslo.

Seminar buah kerjasama KBRI Oslo, Universitas Oslo, dan Norwegian Center for Human Rights (NCHR), itu mengangkat tema The Development of Aceh: A Cultural Perspective, untuk memberi perhatian pada Aceh pasca MoU Helsinki.

"Barangkali tidak banyak yang tahu alasan ilmiah linguistiknya, mengapa di Aceh tidak ada kata ungkapan terimakasih yang ekuivalen seperti thank  dalam bahasa Inggris," kata Bukhari. Bagi orang luar Aceh hal ini mungkin bisa menjadi ganjalan dalam pergaulan, karena akan timbul anggapan bahwa masyarakat Aceh adalah masyarakat yang tidak tahu terimakasih.

Supaya tidak sampai timbul kekeliruan, orang perlu memperhatikan kebudayaan Aceh lebih cermat. Sebab, tak mengenal sebuah budaya dengan baik, tentu bisa menjadi pemantik konflik. Menurut doktor sosiolinguistik alumnus Universitas Melbourne itu, ucapan semacam terimakasih memang tidak dikenal dalam kebudayaan Aceh. Contohnya, jika orang Aceh mendapat pertolongan atau hadiah dari seseorang, mereka umumnya akan mengucapkan alhamdulillah  (segala puji bagi Allah). Jangan harap akan meluncur kata terimakasih.

"Dalam konteks menerima hadiah, kata alhamdulillah itu mewakili kata terimakasih dan sekaligus rasa syukur si penerima. Namun demikian, di luar konteks tersebut kata alhamdulillah dapat bermakna sangat variatif," papar Bukhari.

Hal yang nampaknya sepele ini menjadi prasyarat mendasar agar hubungan dengan orang Aceh bisa berlangsung baik. Orang luar Aceh tidak perlu tersinggung jika orang Aceh yang ditolong atau diberi sesuatu tidak mengucapkan terimakasih. Kata Bukhari, apakah rasa terimakasih pada seseorang harus diucapkan dengan kata-kata?

"Itu mungkin benar dalam sebuah kebudayaan tertentu, namun orang Aceh lebih suka mengungkapkan rasa terimakasih dengan tindakan daripada dengan kata-kata, " sambungnya. 

Intinya menurut Bukhari, dalam kebudayaan Aceh ungkapan terimakasih itu berlaku begini, 

"Jika Anda berbuat baik pada saya, maka saya akan membalas dengan lebih baik lagi. Anda menolong keluarga saya, saya akan menolong keluarga Anda. Anda mengundang kami untuk datang ke pesta Anda, kami akan mengundang Anda ke pesta kami."

Selain tidak mengenal terimakasih, orang Aceh juga tidak mengenal  "Selamat Pagi", seperti dikenal dalam Bahasa Indonesia atau berlaku di masyarakat Barat. Jika orang Aceh menyapa, biasanya langsung dengan sapaan semacam ho neujak  (Anda mau ke mana?), atau peue nyan (apa itu?), dst. Sapaan yang umum berlaku adalah assalaamu 'alaikum. Orang yang datang atau melintas mengucapkan lebih dulu, kemudian orang yang lebih dulu ada atau berkumpul menjawab dengan wa'alaikum salam.

Dalam seminar yang dipadati audiens mahasiswa Universitas Oslo, masyarakat dan NGO setempat, Bukhari menegaskan bahwa pada dasarnya kebudayaan Aceh sungguh kaya dan orangnya ramah-tamah.


“Silakan datang ke Aceh dan buktikan, " demikian Bukhari.

Sumber : detik.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...