Orang Aceh ternyata tak mengenal terimakasih.
Mengenal kebudayaan Aceh dengan baik adalah
salah satu modal menuju perdamaian berkesinambungan. Bahwa orang Aceh tak
mengenal terimakasih itu bukan sembarang orang yang mengatakan. Dia adalah Dr.
Bukhari Daud, M.Ed., dosen pada Universitas Syiah Kuala dan orang Aceh asli
pula.
Bukhari menyampaikan hal yang mengejutkan itu
pada seminar di Domus
Academica Auditorium, Universitas Oslo, Norwegia, 18 November 2005 lalu,
seperti dilaporkan wartawan detik.com, Eddi
Santosa, langsung dari Oslo.
Seminar buah kerjasama KBRI Oslo, Universitas
Oslo, dan Norwegian Center for
Human Rights (NCHR), itu mengangkat tema The
Development of Aceh: A Cultural Perspective, untuk memberi perhatian pada Aceh
pasca MoU Helsinki.
"Barangkali tidak banyak yang tahu alasan
ilmiah linguistiknya, mengapa di Aceh tidak ada kata ungkapan terimakasih yang
ekuivalen seperti thank dalam bahasa
Inggris," kata Bukhari. Bagi orang luar Aceh hal ini mungkin bisa menjadi ganjalan
dalam pergaulan, karena akan timbul anggapan bahwa masyarakat Aceh adalah
masyarakat yang tidak tahu terimakasih.
Supaya tidak sampai timbul kekeliruan, orang
perlu memperhatikan kebudayaan Aceh lebih cermat. Sebab, tak mengenal sebuah
budaya dengan baik, tentu bisa menjadi pemantik konflik. Menurut doktor
sosiolinguistik alumnus Universitas Melbourne itu, ucapan semacam terimakasih
memang tidak dikenal dalam kebudayaan Aceh. Contohnya, jika orang Aceh mendapat
pertolongan atau hadiah dari seseorang, mereka umumnya akan mengucapkan alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Jangan harap
akan meluncur kata terimakasih.
"Dalam konteks menerima hadiah, kata
alhamdulillah itu mewakili kata terimakasih dan sekaligus rasa syukur si
penerima. Namun demikian, di luar konteks tersebut kata alhamdulillah dapat
bermakna sangat variatif," papar Bukhari.
Hal yang nampaknya sepele
ini menjadi prasyarat mendasar agar hubungan dengan orang Aceh bisa berlangsung
baik. Orang luar Aceh tidak perlu tersinggung jika orang Aceh yang ditolong
atau diberi sesuatu tidak mengucapkan terimakasih. Kata Bukhari, apakah rasa
terimakasih pada seseorang harus diucapkan dengan kata-kata?
"Itu mungkin benar dalam sebuah kebudayaan
tertentu, namun orang Aceh lebih suka mengungkapkan rasa terimakasih dengan
tindakan daripada dengan kata-kata, " sambungnya.
Intinya menurut Bukhari,
dalam kebudayaan Aceh ungkapan terimakasih itu berlaku begini,
"Jika Anda berbuat baik pada saya, maka
saya akan membalas dengan lebih baik lagi. Anda menolong keluarga saya, saya
akan menolong keluarga Anda. Anda mengundang kami untuk datang ke pesta Anda,
kami akan mengundang Anda ke pesta kami."
Selain tidak mengenal terimakasih, orang
Aceh juga tidak mengenal "Selamat
Pagi", seperti dikenal dalam Bahasa Indonesia atau berlaku di masyarakat
Barat. Jika orang Aceh menyapa, biasanya langsung dengan sapaan semacam ho neujak (Anda mau ke mana?), atau peue nyan (apa itu?), dst. Sapaan yang
umum berlaku adalah assalaamu 'alaikum. Orang yang datang atau melintas mengucapkan lebih dulu, kemudian orang yang
lebih dulu ada atau berkumpul menjawab dengan wa'alaikum salam.
Dalam seminar yang dipadati audiens mahasiswa
Universitas Oslo, masyarakat dan NGO setempat, Bukhari menegaskan bahwa pada
dasarnya kebudayaan Aceh sungguh kaya dan orangnya ramah-tamah.
“Silakan datang ke Aceh dan buktikan, "
demikian Bukhari.
Sumber : detik.com
No comments:
Post a Comment